POPULER MINGGU INI

Sunday, May 26, 2019

LARUT 2


Sore itu, ku laju motorku, tujuanku adalah dirimu. Ku susuri jalanan, bukan tanpa arah, tapi tak tau arah. Tapi berusaha kutemukan jalanku menuju mu. Dalam keramaian masa, Ah! Kutemukan dirimu. Ku pikir naluri ini yang menuntunku tiba padamu. Aku berdiri dari kejauhan. Menatapmu dari balik kepala kepala. Berusaha memotretmu, tak hanya dari ponselku, namun dalam ingatanku, juga dalam hatiku. Karena ku yakin, di dalam hati, kenangan akan menemukan rumahnya. Sangat sulit kupalingkan pandanganku darimu, meski ku tau kau bahkan tak melirikku. Aarrgghh!! Bukankah sudah ku tetapkan hati tak akan Larut? Ya Tuhan, bagaimana ini?
Begitu dalam ku tatap dirimu dari kejauhan, semakin dalam, hingga kurasakan kau begitu dekat. Sakit. Tapi aku sungguh Larut. Larut dalam alunanmu. Larut dalam katamu. Larut dalam senyummu. Larut dalam setiap gerakmu. Kusadari waktuku tak banyak, tetapi, ini pertama kalinya kita bertemu. Ingin rasanya ku memohon mohon pada Tuhan agar sebentar saja hentikan waktu. Agar kudapat sedikit lebih lama menatapmu. Dengan berat ku palingkan pandangku darimu, dengan berat ku langkahkan kakiku menjauhimu. Ah! Aku menyesal!
Ingin rasanya ku tutup telingaku, mataku, bibirku. Tak lagi dengarkanmu. Tak lagi menatapmu. Tak lagi memanggilmu. Aku benar benar tak ingin Larut dalam sakit. Meski ada dalam hayalku, kau adalah pelengkapku sebagai Kopi.

Friday, May 10, 2019

LARUT



Aku tak ingin larut. Kau tau? Gula dan Kopi. Mereka larut menjadi nikmat. Begitu pula dengan larutan larutan lain yang sering kita nikmati. Bahkan diantaranya pahit menyembuhkan. Namun, jika itu Kopi dan Sirup Melon? Tak bisa kubayangkan rasanya. Maka dari itu aku tak ingin larut. Aku adalah Kopi. Mungkin bisa jadi kau adalah Sirup Melon. Kita adalah dua hal yang nikmat. Tapi tak dapat disatukan. Jika aku berusaha terlarut, maka apa jadinya kita nanti? Menjadi satu larutan tak terpisahkan, tak dapat diuraikan kembali. Tak dapat dinikmati. Terbuang dan Terlupakan. Mungkin engkau terlihat begitu segar. Tapi aku? Terlihat hitam, masam, dan sering kali pahit. Mungkin kita bisa jadi luar biasa jika dinikmati dalam perbedaan. Kita akan tak pantas menjadi larutan. Untuk itu aku tak ingin larut, meski dalam hati entah sadar atau tidak, kusebut namamu, kusenandungkan lagumu, dan berharap engkau menjadi air atau gulaku.

ninawibi

Thursday, May 2, 2019

PAGI INI



Pagi ini sinar matahari terpancar cerah, aku berdiri diatas rerumputan, menghirup udara pagi, dibawah sinar mentari. Hangat. Tak lama kemudian sinar itu sirna. Kelabu. Awan menutup sinarnya. Datang bersama kawan kawannya. Hujan dan angin. Dingin. Kupandang rintik rintik dari balik jendela. Bukan berarti aku tak suka dengan awan dan kawan kawannya. Aku menyukai hujan. Aku menikmati harumnya air hujan bertemu rerumputan. Aku juga sangat menikmati air yang jatuh berkilauan. Tapi pagi ini aku benar benar merindukan hangatnya sinar mentari. Merindukan cahayanya menembus pepohonan, menembus jendela yang sekarang membatasi aku dan hujan. Dalam hati ku berkata “hmm, baru saja aku akan bertemu sinar mentari, sekarang harus kutemui hujan dan kedinginan”.
                Aku melangkah menuju belakang meja kerjaku, duduk dan membuka buku yang semalam ku baca, Agatha Christie, Destination Unknown. Kubaca kata demi kata sambil menggambarkannya dalam khayalanku. Menarik. Hujan, secangkir kopi, dan buku, kupikir pagi ku kali ini cukup sempurna. Seharusnya pagi ini aku ditemani mentari pagi. Tapi apa boleh buat, pagi ini aku bersamanya. Air hujan dan suaranya ketika bertemu rumah rumah, dan semua dibawahnya. Setelah kuselesaikan satu bab bacaanku, kupejamkan mataku sesaat, menarik nafasku dalam dalam. Sebelum kulanjutkan lagi bab demi babnya.
                Tak terasa jarum jam didepanku sudah banyak berpindah. Kututup buku didepanku. Sekarang kunyalakan laptop ku, membuka beberapa folder, hingga sampai pada satu folder yang berisi tulisan tulisanku. Ku buat sebuah lembar kerja baru, ku beri judul PAGI INI. Kubuka lembar kerja itu, seperti biasa, hanya ada putih, dan beberapa menu pengaturan tulisan. Sambil berpikir, kuletakkan jari jari ku diatas tuts tuts huruf huruf, angka, dan simbol diatas laptopku, dan kemudian mulai ku tulis kisah singkat pagi ku, hingga saat ini terbaca oleh mu. Ya, tulisan ini. Mungkin sedikit hambar, karena memang sengaja tak kuberi bubuk bubuk perasa. Mengapa? Karena aku berharap bubuk bubuk perasa itu hadir dari nya. Dia yang mampu hadir diantara buku, kopi, dan hari hariku.