POPULER MINGGU INI

Sunday, July 30, 2023

SEHARUSNYA



“Masalah seharusnya diselesaikan bukan diperpanjang.”

(Catatan Juang - Fiersa Besari)

 

Ya, Memang. Seperti SIM (Surat Ijin Mengemudi) saja diperpanjang. Manusia terkadang lebih suka memilih untuk menempuh jalur drama ini dan itu. Merasa semua dapat dselesaikan dengan “seharusnya”. Seharusnya dia minta maaf. Seharusnya dia mengerti. Seharusnya tidak begitu. Seharusnya, seharusnya, seharusnya. Hei, Bagaimana jika kita mulai tuangkan kopi kedalam cangkir, duduk bersama kemudian kita pecahkan dan selesaikan bagaimana itu “seharusnya”. Karena “seharusnya” itu kan menurutmu. Terkadang kita tidak cukup berani untuk mengemukakan. Kita terlalu takut mengungkapkan, yang ada, masalah justru bukannya dihadapi, tapi malah dihindari. Bukannya saling berbicara, namun malah berharap saling peka. Sering kali aku heran. Mengapa, ya, orang orang lebih senang membicarakan masalahnya kepada orang lain yang justru tidak ada kaitannya dengan masalah tersebut. Si A punya masalah dengan si B. Maka si A condong akan mencari si C dan memilih untuk bicara dengan si C. Tentu saja membicarakan masalahnya dengan si B, dengan sedikit bumbu bumbu supaya sedap. Supaya masalah terihat semakin rumit semakin indah dan semakin asik untuk dibicarakan. Kenapa ya, tidak langsung diungkapkan saja kepada si B? Dan pastinya cerita masalah itu tidak akan berhenti antara si A dan si C, dongen sebelum tidur itu akan terus menjadi dongeng dongeng dan obrolan seru yang tidak hanya diceritakan sebelum tidur namun juga akan menjadi topik menarik saat santai makan siang.

Masalah seharusnya diselesaikan, kan? Bukan hanya dibicarakan, disebarkan, kemudian diabaikan.

ninawibi.

Wednesday, July 19, 2023

JAHAT


Tertawalah, jika itu memang lucu.
Menangislah, jika itu memang sedih.
Tapi tolong jangan tertawakan kesedihanmu.

Menyakitkan melihat air mata yang jatuh disela sela tawamu. Menyebalkan mendengarkan tawa dari raut sedihmu itu. Huh. Sungguh aku ingin memelukmu membisikkan kata kata yang sedari dulu sudah kurangkai untukmu.
“Hei, tak apa, menangislah, tak perlu selalu tertawa. Kau tahu, di dunia yang sesungguhnya kecil ini ada yang namanya keseimbangan. Tak apa mereka membencimu, tak apa mereka tak suka padamu. Biarkan mereka memerankan perannya sebagai penyeimbang alam. Lihatlah, kamu memiliki banyak cinta. Banyak yang menyayangimu tanpa karena.”

Seketika segala pemikiran itu menghilang, aku tersadar, aku siapa? Aku hanya 1 diantara 8.039.642.225 jiwa penduduk dunia ini (kata salah satu search engine) yang mungkin suaranya belum pernah kau dengar. Yang mungkin wajahnya belum pernah kau lihat. Yang mungkin kehadirannya belum pernah kau rasakan. Ku harap kau dikelilingi oarang orang yang sungguh menyayangimu, orang orang yang mampu mewakiliku memelukmu. Mewakiliku mengatakan apa yang tadi ingin selalu kukatakan padamu. Mungkin kita jauh, tapi doaku ada untukmu. Tak apa kau bahkan tak mengenalku.

Kau tahu, saat aku sedang menulis ini, lagu yang terputar melalui pengeras suara itu lagu dengan judul Temaram dari Fiersa Besari. Oh, sial. Seakan semesta sungguh sungguh bekerja sama menciptakan suasana yang mendukung untukku.
“Aku sadar siapa diriku, yang tidak mungkin menggapaimu, Kau terlalu indah, untuk jadi kenyataan. - Fiersa Besari.”

Ya kau memang terlalu indah. Kau terlalu berharga bagiku untuk harus tertawa dalam sedihmu. Menertawakan sedihmu. Aku ingin marah pada orang orang itu. Stop. Jangan mengatas namakan kebaikan untuk melakukan keburukan. Orang orang masih terus saja berbuat jahat dengan mengatas namakan kebaikan. Sial. Aku sungguh ingin menghajar orang orang jahat yang membuatmu bersedih. Tapi lagi lagi pikiranku buyar, aku hanya gadis kecil lemah yang bahkan tidak bisa berkelahi. Lucu sekali aku berpikir ingin menghajar orang.  Haha. Memang terkadang cinta membuat orang tidak berpikir rasional. Sudahlah. Aku menjadi semakin tak masuk akal jika itu tentangmu.

Maafkan aku ya, aku tidak cukup berani mengungkapkan ini padamu secara langsung. Maafkan aku ya, aku hanya terus bisa mengomel dan mengutuk diiku yang lemah ini. Maaf. Aku benar benar berdoa untukmu. Aku akan selalu menyayangimu dengan caraku. Aku akan selalu mendukungmu. Dari sini, dibelakangmu, sambil berdoa lirih, “Tuhan, tidak mungkinkah aku mendampinginya? Bukan hanya mendukungnya dari belakang, memberikan dorongan untuknya, namun bisakah kami berjalan bersama berdampingan?”

Love,

Ninawibi