
Suara ombak dan tangis memecah malamku yang sunyi didepan layar kaca. Sambutan yang luar biasa pikirku. Sepertinya malamku akan membiru. Piru!! Teriakan itu seakan memulai segalanya. Kisah perjalanan Sawalaku menuju kota kecil pusat pemerintahan kabupaten Seram Barat, bernama Piru. Perjalanan menuju harapan, perjalanan mencari Binaiya, satu satunya keluarga yang ia kenal. Seorang kakak perempuan yang ia rindukan.
Kurang lebih satu setengah jam dimanjakan dengan keindahan Pulau Seram Barat, Maluku, potongan – potongan adegan yang menyuguhkan pemandangan luar biasa. Pasir pantai yang putih, laut biru berkelip – kelip, pegunungan yang hijau, air terjun, karang “ini gokil sih, pemandanganya” – Saras, Salawaku 2016. Kebaikan warga lokal Pulau Seram disajikan dengan lembut, “Labujua ada hati” – Salawaku, Salawaku 2016. Sekeras - kerasnya orang Ambon, tapi tetap memiliki hati yang lembut.
Salawaku (Elko Kastanya), bocah pemberani, bertekad kuat, terlihat sembarangan, tapi memiliki hati yang lembut dan penyayang, sangat menyayangi Binaiya. Binaiya (Raihaanun Soeriaatmadja), kakak perempuan Salawaku, yang pergi dari desa dengan membawa rahasia besar bersama dirinya. Saras (Karina Salim), perempuan khas ibu kota, dengan kepribadiannya yang bijak, seakan masalah kehidupan telah memberikan pelajaran baginya. Kawanua (Joshua Matulessy), anak dari tokoh penting yang sangat dihormati, pria dibalik layar dari kepergian Binaiya dari desa.
Saras dan Salawaku memadukan keberagaman Bahasa Indonesia. Keindahan cengkok logat bahasa daerahnya. Seng artinya tidak. Gagal paham, “kayak kamu sekarang nih, gagal paham” penggalan dialog yang diucapkan Saras kepada Kawanua dan Salawaku. Sungguh Bahasa Indonesia, Bahasa pemersatu Bangsa.
Film ini memberikan pesan yang mendalam. Pesan – pesan kehidupan dipresentasikan begitu halus. Film Salawaku mengajak kita memahami bagaimana menghadapi kehidupan. Kehidupan yang perlu kesiapan. Kehidupan yang pasti bertemu penyesalan. Penyesalan yang selalu kita temui diakhir. Kita tidak akan selamat jika bertemu dengannya. Penggalan adegan Saras dan Binaiya di teras saat malam sunyi, sungguh emosional. Memberikan pesan luar biasa dalam. Selalu ada pilihan lain, tapi mengapa harus memilih untuk menyesal? Sungguh mempermainkan empati. Sebagai penutup, Saras berpesan pada Salawaku, bahwa hidup itu cuma meninggalkan dan ditinggalkan. Tapi setelah saya menonton Salawaku, saya mendapatkan hal lain, bukan cuma meninggalkan dan ditinggalkan, tapi hidup itu juga tentang menemukan dan ditemukan.
Nina Wibiyana, 26 thn, Jakarta Utara