Aku, Aku tak tahu yang kupikirkan. Aku tak tahu apa yang kurasakan.
Mataku menatap karya sastra. Tanganku menggenggam, membalik balikkan seiring
mataku melahap karya karya itu. Tapi, tak satu pun dapat kumaknai. Ini kah yang
orang katakan pikiran melayang? Oh, sekarang aku dapat merasakannya.
Gejolaknya, gemuruhnya, terus menerus, ini itu, ini itu, tidak, bukan, bukan
itu, iya, ini, memang benar adanya. Aku tak tahu bagaimana pikirku menggerakkan
tubuhku, rautku, tanganku, mataku. Aku rasa gerakan – gerakan itu sungguh tak
terkendali. Didalam otakku seakan ada yang bergemuruh, seolah ada yang memaksa
untuk keluar, seolah ahentahlah apa ini. Entah bagaimana ku ungkapkan. Mungkin
aku hanya tak mengerti. Aku hanya ragu, bimbang, tak menentu. Apa aku ini, ada
apa denganku. Aku sungguh tak dapat mengerti aku. Tak dapat kendalikan aku, tak
dapat apa pun itu padaku. Aku hanya sebuah kehampaan, aku hanya sebuah
kebimbangan.
Aku yang tak
mengerti. Bisakah engkau artikan ini untukku?
Aku termenung dengan buku dan
pena dihadapanku sekarang, tapi entah harus kuapakan mereka. Entah harus aku
jadikan apa mereka. Aku terdiam. Kupejamkan mataku, kurasakan ragaku, lebih
dalam lagi, jiwaku. Kunikmati kesepian, suara detik jam hijauku diatas mejaku. Semakin
dalam kurasakan kesunyian malam. Bisa kau dengar? Ya. Itu. Suara malam. Ku dengar,
dan coba kurasakan suara malam ditelingaku. Kupejamkan mataku sambil kuresapi
sunyinya malam berbaur dengan irama detik jam diatas mejaku. Kemudian ku raih
penaku, ku goreskan pada buku ku. Tetap dalam diam. Sampai pada bait bait yang
kau baca ini. Aku masih menikmati kesunyian malam, namun kali ini, ditambah
dengan irama goresan pena pada lembar buku ku dan suara gerak tanganku seiring
paragraf paragraf ku susun kata demi kata. Tentang malam. Masih tentang malam
ini dan kesendirian ini. Malam dan aku. Sunyi.
Ninawibi