Ketika dunia tak berpihak padamu, ketika sesuatu justru menjahuimu,
ketika semua itu terjadi, lalu bagaimanakah seharusnya? Lalu bagaimanakah
semestinya? Seorang diri, sendiri, dialam mimpi. Sepi. Ketika semua berbeda,
tak selaras, maka sendiri menjadi opsi terbaik. Dunia tak berpihak? Dunia apa?
Dunia mana? Dunia siapa? Ketika Dunia itu tak berpihak, bukankah masih ada
Dunia mu? Dunia didalam dirimu. Sesuatu yang dekat telah menjauh, bukankah ada
yang jauh untuk bisa didekatkan? Bukankah yang jauh justru mampu mendekatkan?
Ketika pemikiran tak sejalan dengan tindakan, ketika rasa tak sama dengan
wajah, ketika semua itu terjadi, lalu harus bagaimanakah? Lalu bagaimanakah
semestinya? Mengalir, bergulir, mengikuti detik dan menit. Dusta. Ketika semua
penuh kepalsuan dan penuh dengan kisah kisah dongeng klasik, sang putri dan
pangeranya, sang raja bijaksana dan rakyatnya yang menghamba. Pemikiran tak
sejalan? Pemikiran apa? Pemikiran siapa? Pemikiran bagaimana? Bukankah harmoni
diciptakan dari alat musik yang berbeda? Rangkaian Nada yang berbeda. Rasa yang
tak sama, bukankah visual diciptakan untuk memperjelas kata? Bukankah visual
ada untuk menghantarkan ungkapan agar mudah baginya untuk paham? Ketika
persamaan dibutuhkan lebih dari pertidaksamaan, maka berusahalah untuk
menyamakan, dan ciptakan harmoni dari nada dan suara.